Ngobrol Film: Review The Pretty Boys: Sindiran kepada dunia pertelevisian - Kata Bojezs
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ngobrol Film: Review The Pretty Boys: Sindiran kepada dunia pertelevisian



Bagi yang membutuuhkan hiburan film komedi namun berbobot, silakan lihat film Pretty Boys sekarang juga. Tak hanya menyajikan sentuhan komedi namun film ini mengangkat isu yang berbobot, mengenai dunia pertelevisian.

Sentuhan magic Tompi

Jika selama ini Tompi dikenal sebagai ahli bedah kosmetik, penyanyi, host dan belakangan dikenal dengan hobi fotografi dimana dia bahkan memiliki kesempatan untuk mengabadikan keluarga Presiden Jokowi. Kali ini Tompi membuktikan bahwa dia metupakan genius, sebagai sutradara dari film Pretty Boys. Jujur saja, sebagai debutan sutra Dara, Tompi mampu menampilkan isi film dengan sempurna. 

Meskipun baru pertama Kali menggarap layar lebar,  namun yang diberikan Tompi tidak terlihat amatir. Tompi mampu membidik gambar dan menempatkan diti sebagai seorang sinematografer yang handal. Terbukti dengan kepiawaian Tompi untuk menempatkan realitas dan visualitas yang keren di sepanjang film. Bagaimana ia memberikan kostum satpam yang lusuh, atau seseorang tanpa riasan sama sekali karena sedang berada dirumah. Semua terlihat natural sesuai dengan kenyataan.

Duet dynamic Duo Vindest dengan Naskah Imam darto

Semenjak Vincent dan Desta bergabung dalam grup band Club 80s hingga kemudian mereka sering tampil sebagai duo host, baru kali ini Vincent dan Desta tampil dalam film bersama.Imam darto yang selama ini dikenal sebagai host juga tampil mengejutkan sebagai penulis naskah dari film Pretty Boys. Imam darto mampu melukiskan harapan, isu yang sedang dikritisi dari dunia pertelevisian dengan apik.

Pesan Satire kepada dunia pertelevisian

Ketika awal trailer ini keluar, saya heran, mereka yang hadir di film ini semua serba baru. Apakah mereka ini memang berbakat, atau tamak sih? Semuanya diembat. Namun setelah menonton sendiri film The Pretty Boys, semua yang terlibat dalam film ini patut diacungi jempol. Meskipun dibuat dengan unsur humor, jangan salah, sebenarnya film ini membawa “misi” yang cukup berat dan serius. Simak saja dengan tagline di poster serta trailer film Pretty Boys: Matinya Dunia Pertelevisian. Sebuah satire dan juga curahan hati akan mirisnya tayangan televise saat ini.  
Desta yang juga merupakan produser film mengungkap bahwa televise Indonesia saat ini banyak menampilkan konten yang kurang mendidik. Hal ini menjadi sangat disayangkan karena generasi muda biasanya meniru yang dilihat dan didengar.

Mengangkat obsesi para artis yang rela berbuat apapun bahkan hingga rela berpura-pura tampil sebagai bencong. Apakah harus menjadi bencong? Lalu ada juga acara TV yang kerap mengumbai aib. Begitu pula plot kekayaan yang membuat orang terlena hingga melupakan esensi hidup, persahabatan serta kesederhanaan. 

Lihatlah pada adegan dimana tuntutan dari dunia pertelevisian nyatanya hanya membuat Anuegrah merasa muak. Dia merasa bahwa menjadi public figure membuatnya harus siap untuk melacurkan dirinya sesuai dengan yang dikehendaki oleh penonton. Bahkan meskipun itu harus berseberangan dengan prinsip hidupnya.  Hal inilah yang kemudian menjadi konflik dan isu utama yang selanjutnya dikembangkan dalam film.

Konflik demi konflik yang disajikan mengalir dan membiarkan penonton ikut menyesap semua adegan bahkan hingga ikut terbayang dengan drama kehidupan mereka sendiri.  Penonton diajak untuk menyelami  berbagai makna dari setiap fase adegan. Harapan dari seorang ayah kepada anaknya dan sebaliknya, hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terkadang memendam rindu namun tidak adanya kepastian serta kemungkinan kehidupan lain yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Semua itu ditulis dalam adegan dengan suasana yang dibalut humor namun tetap menggelitik.

Tak lupa, kejutan demi kejutan dengan beberapa tokoh yang didapuk untuk sekadar “numpang lewat” seperti Glen Fredly sebagai pengamen, Tora Sudiro dan dwi sasono yang menjadi bencong mangkal hingga hesti Purwadinata yang tinggal di rumah kontrakan. Walaupun acting mereka tidak terlalu cemerlang, tetapi bisa memberikan kejutan bagi para penonton. 

Film ini sungguh menghibur, dar i awal hingga akhir banyak komedi yang membuat penonton tertawa. Anugerah seakan menjadi pengingat bagi orang-orang yang berkecimpung dalam dunia industry hiburan untuk kembali pada akarnya, menghibur dengan menampilkan apa adanya. Mengingatkan para artis untuk tidak hanya sekedar mengeluarkan sensasi tanpa prestasi, menjadi halu, ataupun menjadi seseorang yang bahkan bukan dirinya sendiri hanya untuk mengejar kepopuleran di pertelevisian.