Ngobrol Film; Antologi Rasa: Memendam Rasa Mengular Kata - Kata Bojezs
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ngobrol Film; Antologi Rasa: Memendam Rasa Mengular Kata



Film Antologi Rasa merupakan film adaptasi dari novel dengan judul yang sama. Memiliki kisah rumit percintaan empat pemeran film yang bisa saja dialami dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para pekerja kantoran.

Kisah kepahlawanan

Antologi Rasa merupakan kisah kepahlawanan orang-orang yang terjebak dalam “Friendzone”.  Mendorong agar mereka lebih berani untuk mengungkapkan rasa dan menjadi cermin bagi mereka yang mendamba sahabat secara diam-diam. Perbedaanya, Antologi Rasa membuat segala sesuatu dalam hubungan antar tokoh menjadi lebih rumit dan complex dengan 4 tokoh yang bersahabat namun saling memendam rasa. Nemun begitu, tidak dirasakan adanya persahabatan diantara mereka. Kebersamaan sahabat hanya terlihat di awal film, disaat mereka terlihat di lift bersama dan di beberapa montase adegan bereka sedang bersama.

Aliran jalan cerita kemudian lebih focus mengenai bagaimana Harris berusaha untuk mendapatkan kembali hati Keara yang sudah terlanjur membencinya karena Keara menganggap Haris memanfaatkannya saat sedang mabuk berat.

Kemudian alur berlanjut tentang bagaimana Keara kemudian terus menerus mengagumi Rully dan berusaha untuk mendekatinya. Karakter Dennis seakan hanya menjadi pelengkap penderita sahaja dengan pengemabangan karakter yang sangat sedikit. Bahkan karakternya tergantikan voice over dengan narasi yang diberikan. Voice over ini juga dialami oleh karakter lain, Dinda yang menjadi teman curhat Keara yang lagi-lagi bisa tergantikan dengan voice over.Selain sudut pandang yang kurang efektif karena film menjadi terasa membosankan, kurang tertata dengan baik, music yang menjadi background pun kurang efektif. Terlalu ada banyak music pengiring yang sebenarnya digunakan untuk membangun suasana, namun jatuhnya justru menjadi seakan dibuat-buat dan tidak natural.

Tidak hanya karakter Dennis dan Dinda yang pengembangan karakternya masih kurang, bahkan pada dua tokoh utama, Harris dan ruly. Harris digambarkan sebagai sosok yang playboy dan bisa dengan mudah menggaet wanita hanya bermodalkan speak gombal maut. Namun dia tidak bisa berkutik dengan satu wanita, Keara. Sepanjang film, penonton disuguhi bagaimana Harris berusaha memikat keara meskipun akhirnya menjadi terlihat tidak tulus. Chemistry antara mereka berdua lemah, bahkan terlihat seakan Kearra tidak ingin kehilangan Harris sebagai sahabat, tidak lebih dari itu.

Karakter Ruly digambarakan sebagai sosok alim, sopan, bersahaja. Mungkin karena karakter yang alim dan pendiam menyebabkan interaksi antara Keara dan Ruly juga minim. Saat chemistry keduanya terbangun, tiba-tiba ada kejadian yang membuat keduanya menjadi redup kembali.

Memvisualkan rasa 

Dalam film ini, sang Sutradara mampu untuk memberikan visualisasi kisah dari percintaan empat orang disajikan lebih menarik. Visualisasi dan juga acting dari para pemeran menyelamatkan film Antologi Rasa jauh dari kisah cinta yang menye-menye.  Meskipun begitu, dari segi cerita, Antologi Rasa tidak pernah berkembang menjadi sebuah kisah yang special dengan absennya beberapa lapisan cerita pendukung, pasifnya tokoh utama dan terlihat canggung dengan kedua “pasangannya”.  Begitupula dengan arahan grounds break dan teknik.

Singkat cerita, Antologi Rasa adalah cerita Keara yang merasa bahwa ia sangat mencintai Rully, yang selalu membayang setiap ia memejamkan matanya. Namun begitu ia membuka matanya ada senyum cengegesan Harris yang selalu menyambutnya. Bisakah Ruly mengenali cinta mana atau yang sekadar suka, sebelum cinta sejatinya pergi demi kebahagiaan dirinya.

Pada menit-menit pertama, cerita diceritakan dengan gaya narasi yang benar-benar mentah seperti dalam novel. Seakan-akan ada tokoh yang melafalkan deskripsi seseorang dan kita melihat langsung sosok orang tersebut. Ada tokoh yang menyebutkan suatu kegiatan, namun kita sudah  melihatnya terlebih dahulu. Atau bahkan narrator menyebutkan sesuatu yang tidak kita lihat.

Pemandangan demi pemandangan cantik yang ditangkap melalui layar kamera dan pemain-pemain yang sedap dipandang merupakan salah satu hiburan tersendiri. Namun bukankah agak naïf jika hanya membicarakan penampilan cast dan visual saja? Secara keseluruhan, bagi saya performa acting yang ditampilkan tampaknya belum bisa memuaskan para penonton.

Bahkan seorang actor seperti herjunot Ali yang paling berpengalaman dalam film ini sepertinya agak kesusahan dalam membangun chemistry dengan lawan mainnya. Interaksi antara ketiga tokoh ini, Keara-Haris, Keara-Ruly, dan haris-Ruly, tampak canggung. Seperti melihat tontonan orang-orang yang dipaksa untuk bersosialisasi di luar keinginan mereka. Mereka seperti dikomando, tidak mengalir dengan alami.