Review Film Under Water
Sebuah film anyar dari Kirsten Stewart muncul untuk menghibur para penggemar pemeran “Bella” ini. Semua pasti tahu bagaimana kualitas acting Kristen Stewart dari peran paling ikonik The Twilight Saga, Snow White and the Huntsman, hingga yang terakhir Charlie’s Angel di tahun 2019 lalu. Film Underwater bisa dibilang sebagai penebus dari Kristen yang pada awal 2019 di caci akibat perannya dalam film Charlie’s Angel yang bisa dibilang agak “tidak diminati”.
Kali ini dalam film Underwater Kristen berperan sebagai salah seorang teknisi di instalasi bawah laut milik Tian Industries. Dalam film ini, Kristen mewatakkan karakternya sebagai tokoh yang serius serta misterius. Tampil dengan rambut cepak, Kristen berperan menjadi Norah yang mandiri dan kadang skeptic serta apatis.
Menegangkan Sejak Scene Awal
Sebagaimana judulnya yang tersirat dengan jelas, Underwater menceritakan penelitian bawah laut di Palung Mariana. Penelitian tersebut dilakukan dengan jangka waktu yang lama dan jelajah kedalaman bumi di dalam laut. Penelitian tersebut mengharuskan mereka untuk tinggal dan menetap dalam fasilitas laboratorium bawah laut milik Tian Industries.
Masalah muncul manakala sebuah peristiwa alam membuat alat evakuasi dan laboratorium rusak parah. Satu-satunya cara jalan untuk bertahan hidup adalah dengan kembali ke permukaan, dengan cara menjelajah laut dalam dengan menggunakan peralatan dan baju khusus.
Sejak scene awal, penonton akan disuguhi dengan nuansa kepanikan yang tergambar dalam sebuah kegelapan, monster lautan yang mencekam, serta suhu yang terasa dingin. Semuanya menjadi satu dan hal inilah yang membuat film ini layak untuk di beri cap sebagai salah satu film bergenre sci-fo horror terbaik tahun 2019.
Pesan Lingkungan
Melalui film Underwater, sang sutradara William Eubank menyelipkan sebuah pesan global yang tersisip dengan jelas melalui sebuah dialog mengenai gagalnya penelitian yang disebabkan oleh pengeboran yang salah hingga kemudian menyebabkan laboratorium berteknologi tinggi tersebut rusak. Dalam dialog tersebut diungkap bahwa manusia sudah terlalu banyak mengambil dari laut dan sudah sepatutnya mereka sudah tidak berada di bawah sana.
Melalui scene dan dialog di atas, penonton akan digiring untuk memahami akan masalah eksploitasi akan sumber daya alam yang berlebihan yang kemudian membawa dampak buruk pada lingkungan dan manusia.
Visualisasi dan Backsound yang membuat Klaustrofobia
Hanya dengan biaya produksi film yang dilaporkan mencapai US$80 juta, dia berhasil menampilkan desain produksi yang elegant. Simak saja bagaimana gambaran akan reruntuhan laboratorium bawah laut yang canggih dipenuhi dengan berbagai peralatan dengan teknologi mutakhir, visualisasi dasar laut yang hampa dan helap serta misterius yang harus diarungi oleh para penyintas, serta sosok asing monster laut yang mengikuti mereka menuju permukaan.
Iringan music yang dihadirkan oleh penata music Brandon Roberts dan Marco Beltrami mampu menghadirkan aura yang sesuai untuk setiap adegan. Moment yang penuh ketegangan menjadi terasa mencekam berkat tata music yang apik.
Jalan Cerita yang sedikit “datar” (((mirip balasan chat dari dia)))
Meskipun demikian, penulisan naskah terasa begitu terbatas. Dengan durasi film 95 menit Underwater tampaknya hanya mengikat penonton dalam alur maju dan ketegangan yang dialami oleh para actor tanpa berniat untuk menggali kisah lain ataupun hal di sekitar mereka. Misalkan ketika muncul bahaya akan sosok makhluk yang tidak pernah dijelaskan keberadaanya serta istilah teknis yang muncul dan membingungkan yang disampaikan oleh para karakter.
Konsistensi atas pengambilan gambar, sebagaimana tadi di awal disebut, visualiasi serta penyajian akan terror yang dialami oleh para karakter menyelamatkan mereka dari akhir kisah yang datar dan mononton. Dua element utama dalam film, Air serta kegelapan tak serta merta membuat film ini menjadi kelam, serta monoton. Bagaimana bertahan hidup, menjadi inti dari cerita film Underwater.
Pasrah bukanlah sebuah pilihan dalam film ini. Tak ada konflik menegangkan dalam film antar karakter sebagaimana film penyintas lainnya yang menyebabkan saling tikai. Berkat kelihaian William dalam mengatur tempo, maka film Underwater bisa terbebas dari standar film penyintas lain dimana biasanya yang tersisa hanya 1-2 karakter melalui penokohan setiap karakter dan terror yang terus menanjak.