Ngobrol Film: IT chapter II
The Loser Club sepertinya memang
ditakdirkan untuk berkumpul kembali. Sosok badut yang memangsa anak-anak
menjadi premis yang menjadi ikon kesuksesan film IT. Jika film adapatasi novel dibuatkan
adaptasinya maka akan melempem, namun tidak demikian dengan sequel kedua film
IT. Meskipun ada beberapa hal yang terasa kurang, namun tetap saja film ini
mampu menghadirkan mistery dalam ceritanya.
Remake yang sukses mendulang sequel
Film remake dari IT pada tahun 2017 lalu
ternyata mendulang sukses besar sehingga sequelnya pun dinanti oleh para
penikmat film. Film yang diadaptasi dari novel karya Stephen King ini mampu
memboyong 8 penghargaan dari berbagai ajang perfilman internasional.
Jalan cerita dan chemistry yang kuat
meskipun unsur horror sedikit terasa datar
27 tahun berlalu semenjak para anggota The
Loser Club berikrar janji untuk berkumpul kembali jika kelak Pennywise kembali
memeror kota Derry. Dan seperti diperkirakan 27 tahun kemudian sosok Pennywise
kembali meneror kota Derry. Menyadari akan bahaya yang sedang mengintai, maka
Mike Hanlon yang masih menetap di kota Derry menghubungi keenam temannya untuk
kembali ke kota Derry. Semua anggota The Loser Club menerima panggilan dengan
perasaan panic dan takut, baik itu Ben,
Bill, Beverly, Richie, Eddie, and Stanley.
Masih disutradarai oleh Andi Muschietti,
film IT Chapter Two masih tampil
dengan atmosfer yang serupa dengan film terdahulunya. Namun yang lebih menarik,
sosok dalam The Loser Club porsi dewasa memiliki porsi yang lebih besar. Dengan
alur maju-mundur, anda akan diajak kembali untuk menelusuri rasa takut dari kenangan kelam masa lalu
anggota The Loser Club yang selama ini mereka simpan.
Untuk menghadapi
PennyWise, The Loser Club harus melakukan ritual of Chud yang menggunakan
artefak yang didapatkan oleh Mike yang mencari cara untuk memusnahkan Pennywise
selama bertahun-tahun. Tak hanya itu,
setiap anggota The Loser Club juga harus membawa satu benda yang mengingatkan
mereka dengan kenangan masa lalu kelam di kota Derry.
Penggabungan kisah masa lalu dengan masa
kini yang dihadirkan oleh sang sutradara juga turut andil dalam membuat alur
cerita dalam film ini mudah dicerna. Susunan adegan yang divisualkan sangat
nyaman untuk dinikmati dan terasa halus.
Dengan durasi selama 170 menit, menurut penulis film ini mampu
memberikan porsi yang sma untuk setiap karakternya. Jika sebelumnya sosok Bill
yang menjadi lead dalam film dikarenakan kisah dalam film IT berawal dari hilangnya
adik, Georgie.
Namun dalam film IT Chapter Two alur cerita yang disajikan
mampu menghadirkan kisah dari masing-masing anggota the Loser Club secara adil
sehingga penonton mampu merasakan keterikatan masing-masing anggota. Adanya
chemistry yang terasa sangat kuat dari para pemain juga menjadi salah satu
peranan penting dalam film. Untungnya para actor mampu memberikan penghayatan
kepada karakter mereka sehingga penonton masih bisa merasakan adanya ikatan persahabatan versi
dewasa dari masing-masing anggota The Loser Club.
Unsur persahabatan yang disajikan dalam film
cukup memberikan sentuhan drama dan memberikan nilai penting yang ingin
disajikan.
Lalu bagaimana dengan scene horror yang
menjadi salah satu unsur utama dalam film IT
Chapter Two? Jujur saja, unsur horror yang ditampilkan tampak kurang jika
dibandingkan dengan film terdahulunya. Scene jump scrae yang dihadirkan kurang
menyeramkan, kurang membuat berdebar.
Alhasil, penonton acapkali dapat menebak
kapan adegan tersebut akan keluar. Aksi-aksi mengerikan teatrikal Pennywise
terasa kurang menggigit di sequel ini. Mungkin karena Andy lebih focus dalam
menceritakan bagaimana menggali asal-usul kemunculan Pennywise dan cara untuk
menghabisinya yang berarti menghilangkan kutukan kota Derry.
The last but
not least, film IT Chapter Two masih
tetap dapat membuat bulu kuduk penonton merinding dan teringat dengan setiap
adegan mengerikan yang disajikan. Kualitas para pemeran dewasa yang mampu
melebur sebagaimana karakter pemain It versi cilik di film sebelumnya menjadi
salah satu keunggulan film ini. Bill Skargard sebagai pemeran Pennnywise tetap
mampu untuk menjaga konsistensi sebagai karakter badut yang mengerikan. Horror
teatrikal yang disajikan melalui intonasi, ekspresi, logat bahkan hingga mimic
pandangan mata mampu membuat penonton merasa seram.
Secara keseluruhan film IT Chapter Two memang memiliki
kekurangan dalam sentuhan horror teatrikal, namun tetap dapat memberikan
konsistensi dalam sentuhan drama dan memberikan sentuhan horror baru. Ditambah,
film ini dapat memberikan transisi dan adapatasi novel dari Stephen King yang terbaik.