Review Film Nyanyian Akar Rumput
Satu lagi film peraih piala Citra, Nyanyian Akar Rumput yang wajib untuk kalian tonton. Sebagai film peraih penghargaan kategori Film Dokumenter, film Nyanyian Akar Rumput akan membawa anda ke dalam kisah masa lalu di periode orde baru.
Film Nyanyian Akar Rumput adalah film yang berlatar belakang keseharian dari anak Wiji Thukul, Fajar Merah. Melalui nyanyian Fajar Merah, penonton diajak untuk memahami lirik-lirik syair milik Wiji Thukul yang sarat akan kritik terhadap kondisi sosial dan pemerintahan kala itu.
Sang sutradara, Yuda mengungkap bahwa awal mula project film ini dimulai karena dia sendiri mencintai karya-karya penyair Wiji Thukul. Ketika dia mendengar bahwa anak Wiji Thukul, Fajar Merah akan merekam album dengan bandnya, maka dia kemudian mulai memburu Fajar hingga lagu karyanya Bunga dan Tembok yang merupakan puisi Wiji Thukul yang dilagukan oleh Fajar.
Pesan HAM dalam Nyanyian Akar Rumput disampaikan dengan sangat jelas. Nyanyian Akar Rumput mengambil judul dari salah satu puisi Wiji Thukul yang dibuat pada tahun 1988. Film Nyanyian Akar Rumput menceritakan perjuangan istri Wiji Thukul beserta kedua anaknya setelah suami dan ayah mereka dinyatakan hilang. Disertai dengan cuplikan footage peristiwa kerusuhan Mei 1998, film ini turut mengingatkan kembali akan kisah kelam sejarah perpolitikan Indonesia.
Film ini menceritakan bagaimana perjuangan korban serta para penyintas aktivis yang sudah pasang badan demi lahirnya demokrasi di negeri ini namun justru Negara abai dengan nasib mereka. Bagi istri dan anak Wiji Thukul, kehidupan bukan hanya soal bertahan dan melanjutkan hidup namun tentang bagaimana mempertahankan semangat juang yang diwariskan oleh sang ayah merupakan hal yang paling berharga.
Yang lebih parah, Negara tak hadir dalam menanggapi akan kasus hilangnya aktivis. Negara tidak memberikan solusi bagaimana keluarga yang ditinggalkan harus bertahan hidup dengan kesedihan dan kelanjutan setelah anggota keluarganya dihilangkan, bahkan hingga belasan tahun setelah kejadian tersebut.
Hilangnya Wiji Thukul
Hingga kini, kasus hilangnya Wiji Thukul menjadi salah satu kasus HAM yang tidak pernah terselesaikan. KONTRAS atau Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan menyatakan bahwa hilangnya Wiji Thukul diduga diakibatkan oleh aktivitas politiknya pada zaman Orde Baru. Wiji dinyatakan hilang bertepatan dengan adanya peningkatan upaya represif dalam pembersihan lawan-lawan politik pada zaman Orde Baru. Sebanyak 22 aktivis saat itu diculik bahkan hingga kini 13 orang tidak diketahui bagaimana keberadaannya termasuk Wiji Thukul. Film Nyanyian Akar rumput merupakan satu film documenter yang menggambarkan perlawanan Wiji Thukul kepada pemerintah saat itu yang dikemas menurut perspektif keluarga korban.
Sejarah Kelam Orde Baru
Sudah banyak film yang berlatar belakang kerusuhan 98. Sejarah kelam Indonesia yang akhirnya meruntuhkan kekuasaan presiden Soeharto selama lebih dari 32 tahun. Belakangan ini tulisan meme dengan slogan” Uenak jamanku to rek” dengan latar belakang foto presiden Soeharto sedang tersenyum sering muncul.
“The Smiling general” merupakan julukan karena muka yang selalu tersenyum apabila muncul dalam jumpa pers. Di awal tahun pemerintahan Soeharto, praktek otoritarian dimana militer memegang dominasi di dalam pemerintahan menjadi salah satu upaya untuk menancapkan kekuasaan tanpa protes. Pada saat itu, ABRI memiliki peran dwifungsi dimana memiliki kesempatan untuk berperan dalam politik disamping sebagai alat pertahanan Negara. Atas nama kepentingan Negara demokrasi ditekan sedemikian rupa termasuk dalam pembatasan jumlah parta politik, lembaga sensor hingga penahanan lawan politik.
Romansa nostalgia akan kenangan masa lalu pemerintahan Soeharto yang dipandang sebagai kehidupan yang enak, kini muncul kembali. Padahal kisah kelam akan kekejaman serta otoriter selama 32 tahun banyak yang tidak diketahui oleh generasi muda. Misalnya adanya kejahatan HAM pada masyarakat yang dianggap sebagai PKI tanpa pengadilan, Petrus atau penembakan misterius dengan sasaran preman ( pada masa itu, banyak mayat preman yang ditinggal di jalan sehingga saat itu banyak yang ingin menghilangkan tato karena takut dianggap preman), hingga hilangnya aktivis yang menentang kebijakan politik Soeharto.
Krisis moneter tahun 97 dimana dollar naik hingga mencapai 12.000 membuat gejolak politik dan sosial. Demontrasi mahasiswa akhirnya menumbangkan rezim Soeharto setelah sebelumnya tragedy Semanggi dimana korban mahasiswa meninggal terjadi dan kerusuhan Mei dengan korban ratusan mendesak Soeharto untuk turun.